UNMER Malang Support Event Healing Sound of Ancient Turkey di Museum Panji
Penampilan Latif Bolat di Museum Panji Malang
Malang kedatangan Latif Bolat, solois musisi etnik Turki yang piawai melantunkan lagu dengan petikan instumen khas Turki yang berisikan lafal Asma Allah. Kedatangannya ke Indonesia bukan tanpa sebab, Latif bolat sedang melakukan tur keliling dunia untuk menyajikan musik dan pengetahuan tentang budaya Turki.
Latif Bolat juga menjadi salah satu musisi yang tampil di Solo International Performing Art (SIPA) yang digelar tanggal 8-10 September lalu. Namun, bukan hanya Solo, saat di Indonesia, Latif Bolat turut menggelar tour di Bandung, Yogyakarta, dan Malang.
Musisi sekaligus penyair ini mengangkat tema Healing Sound of Ancient Turkey. Dilaksanakan di Museum Panji Malang (11/09), Latif Bolat membius penonton dengan penampilannya dalam memainkan dawai khas Turki, bukan hanya dipetik tapi juga diketuk. Lafal dzikir yang dibawakannya membawa penonton larut dalam nuansa religius hingga ikut berdzikir.
Universitas Merdeka Malang turut memberi dukungan terhadap event internasional ini. Menurut Dwi Cahyono, pendiri Museum Panji Malang sekaligus ketua alumni UNMER Malang, acara ini menambah pengetahuan kita tentang khazanah dawai Turki, alunan musik, serta makna dari lagu-lagu yang diciptakan oleh Latif Bolat.
Bagi Latif Bolat musik adalah perantara utama untuk selalu dekat dengan Sang Pencipta. “Zikir adalah langkah pertama di jalan cinta. Ketika seseorang mencintai, dia akan selalu menyebutkan berulang-ulang nama yang ia cintai, agar dapat terus mengingat esensi cinta dalam hatinya”, terang Latif. Dalam penampilannya, Latif juga turut membacakan puisi milik Jalaluddin Rumi, seorang penyair sufi Persia.
Museum Panji sebagai penyelenggara juga menghadirkan Duo Etnicholic, band lokal Malang yang dikenal dengan elemen musik etnik-nya yang kental untuk menjadi band pembuka.
Redy Eko Prastyo, pemain dawai Cempluk dari Duo Etnicholic menyampaikan bahwa melalui acara silang bunyi konser dan workshop Latif Bolat, kita bisa mengenal ragam dawai global terutama dari Turki dan bagaimana estetika bunyi yang dimunculkan.
“Sesuatu yang luar biasa menonton konser dengan model sound reflection seperti ini, ada beberapa etika pertunjukan didalamnya yang harus kita lakukan, salah satunya penonton tidak boleh bertepuk tangan sampai seluruh komposisi selesai dimaninkan, karena konsep yang diusung Latif adalah spiritual song”, ujar Redy.
Sebelum menutup acara, Latif berpesan bahwa seseorang harus memiliki tujuan dalam hidupnya dan jika ingin maju sebaiknya kita harus dapat menguasai bahasa Inggris sebagai bahasa pergaulan dunia, baik seniman, ilmuwan, maupun profesi lainnya.