
Diskusi Mendalam Fakultas Hukum UNMER Malang dengan CPU Tentang Praktik Hukum Adat Asia Tenggara
Universitas Merdeka (Unmer) Malang menggelar International Collaborative Teaching Program bertajuk “Customary Law in Southeast Asia: A Comparative Study of Indonesia and the Philippines” pada Jumat, 9 Mei 2025. Acara yang berlangsung di Auditorium Fakultas Hukum ini menghadirkan dua narasumber utama: Dr. Rania De La Pena dari Central Philippine University dan Ferry Anggriawan, S.H., M.H., dosen Fakultas Hukum Unmer.
Kegiatan ini dihadiri oleh jajaran struktural Fakultas Hukum UNMER, perwakilan dari Central Philippine University, serta mahasiswa Fakultas Hukum UNMER Malang. Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Hukum Dr. Hj. Diah Aju Wisnuwardhani, S.H., M.Hum., menekankan pentingnya kolaborasi dan saling menghormati dalam kerja sama internasional ini. Ia berharap kolaborasi ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi semua pihak dan mahasiswa dapat memetik ilmu yang sangat berharga dari kegiatan tersebut.
Dr. Rania De La Pena membahas praktik hukum adat dan tantangan masyarakat adat di Visayas, Filipina. Ia menyoroti pengakuan hak-hak masyarakat adat atas tanah dan wilayah leluhur yang diatur dalam Undang-Undang Hak Masyarakat Adat (IPRA). Menurutnya, penyelesaian konflik di komunitas adat Filipina umumnya dilakukan melalui mediasi para tetua, bukan pengadilan formal. Sistem ini menekankan pemulihan keharmonisan sosial dan tanggung jawab komunal, bukan pembalasan. Namun, ia juga menyoroti tantangan birokrasi dan konflik kepentingan dengan pengembang dalam implementasi hak-hak tersebut.
Ferry Anggriawan, S.H., M.H., sebagai pemateri kedua, memaparkan tentang karakteristik dan pengakuan hukum adat di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa hukum adat di Indonesia diakui secara konstitusional melalui Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yang menegaskan negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya selama masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat serta prinsip NKRI. Ferry juga menyoroti bahwa pengakuan hukum adat tersebar dalam berbagai undang-undang yang bersinggungan dengan masyarakat adat, meski belum ada undang-undang khusus yang mengatur secara komprehensif.
Lebih lanjut, Ferry menyampaikan bahwa hukum adat di Indonesia memiliki corak religius-magis, di mana kekuatan gaib dan nilai-nilai sakral sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat adat. Ia juga menyoroti peran penting tokoh adat dalam penyelesaian sengketa, yang dilakukan melalui musyawarah dan mediasi, serta penekanan pada keadilan restoratif dan harmoni sosial, bukan sekadar sanksi atau hukuman formal.
Ferry menekankan bahwa pluralitas masyarakat adat di Indonesia membuat praktik hukum adat sangat beragam di tiap daerah. Meski demikian, prinsip utama yang dipegang adalah keadilan, kepastian hukum, dan penghormatan terhadap nilai-nilai lokal yang hidup di masyarakat. Dalam konteks nasional, hukum adat diakui sebagai sumber hukum yang penting dalam membangun sistem hukum Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Acara ini diharapkan dapat memperkaya pemahaman mahasiswa dan civitas academica mengenai perbandingan hukum adat di Indonesia dan Filipina, serta memperkuat kerja sama akademik antara kedua institusi.
Pewarta : Farikhatul Jannah – Internship Humas UNMER Malang
Editor : Razqyan Jati – Humas UNMER Malang